Tentu Anda ingat salah satu film paling sukses sepanjang sejarah,  “Jurassic Park”. “Jurassic Park” merupakan film fiksi sains yang  diproduksi pada tahun 1993 diadaptasi dari novel karangan Michael  Crichton dengan judul yang sama yang mengisahkan tentang kloning makhluk  penguasa zaman Jurassic, dinosaurus. Dinosaurus (berasal dari bahasa  Yunani yang berarti “kadal mengerikan”) merupakan kelompok vertebrata  yang berbeda-beda yang hidup pada zaman Triassic (230 juta tahun yang  lalu) hingga akhir zaman Cretaceous (sekitar 65 juta tahun yang lalu).  Dinosaurus umumnya memiliki ukuran yang sangat besar.
Alkisah, pada film tersebut, peneliti menemukan fosil seekor nyamuk purba yang terperangkap dalam getah tumbuhan hingga menjadi amber (semacam  batu getah). Di dalam perut nyamuk tersebut terdapat darah dinosaurus  yang ia hisap. Darah ini tentu mengandung informasi genetik dari  dinosaurus tersebut yaitu DNA (deoxyribonucleic acid; asam  deoksiribonukleat). Para peneliti kemudian menggunakan DNA dari darah  ini untuk mengklon dinosaurus melalui telur buaya. Namun karena beberapa  bagian DNA dinosaurus tersebut telah rusak, peneliti “menambalnya”  dengan menggunakan sekuens DNA dari sejenis katak Afrika karena paling  sesuai dengan DNA dinosaurus. Hasilnya, berbagai macam jenis dinosaurus  yang telah punah 65 juta tahun lampau terlahir kembali lewat proses  kloning. Kemudian dinosaurus seperti Tyrannosaurus, Triceratops, Stegosaurus, Bracchiosaurus, Velociraptor, Stegodon, Pterodactyl, dan lainnya memenuhi hutan di daerah Kosta Rika membentuk kebun dinosaurus yang disebut “Jurassic Park”.
Penggalan  film “Jurassic Park” tersebut tidaklah sepenuhnya khayalan. Pasalnya,  teknologi kloning saat ini berkembang sangat pesat. Sekuens genom,  produksi binatang transgenik/hibrid, hingga kloning domba merupakan  salah satu contoh keberhasilan ilmu genetika dewasa ini. Kloning hewan  yang telah punah merupakan hal yang tidak mustahil untuk dilakukan,  bahkan sangat mungkin.
Meski sangat mungkin dilakukan, sayangnya  informasi yang dibutuhkan untuk mengklon dinosaurus, yaitu DNA mereka  rusak dan hancur seiring berjalannya waktu. Dinosaurus terakhir  ditemukan sekitar 65 juta tahun yang lalu, sedangkan DNA hanya sanggup  bertahan paling lama 500.000 tahun. Menurut Jack Horner, ahli  paleontologi dinosaurus dari Montana State University mengaku belum  pernah menemukan DNA dinosaurus. Ia dan koleganya pernah menemukan suatu  jaringan tipis milik Tyrannosaurus pada tahun 2005, namun ia mengklaim tidak ada DNA pada jaringan tersebut, hanya biomolekul lain selain DNA.
Namun,  para ahli genetika telah menemukan cara alternatif untuk membangun  “Jurassic Park”. Mereka telah membangun sekuens genom dari salah satu  DNA spesies dinosaurus, yaitu dinochicken. Dinamakan seperti  itu karena dinosaurus ini memiliki bentuk morfologi mirip dengan ayam  modern, namun memiliki cakar, gigi, tungkai depan, dan ekor layaknya velociraptor mini. Menurut mereka hanya butuh waktu beberapa tahun dan dana untuk membuat proyek ini menjadi kenyataan.
sumber : http://netsains.com/2011/09/%E2%80%9Cjurassic-park%E2%80%9D-bukan-lagi-fiksi-sains/ 


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 






























